Kementrian
Pendidikan dan kebudayaan akan mewacanakan menghapus penjurusan di tingkat
Sekolah Menengah Atas (SMA). Dengan begitu, sistem penjurusan dalam tiga
kelompok IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA yang telah diterapkan
bertahun-tahun hingga sekarang, akan dihilangkan dan digantikan dengan kelompok
peminatan. Mendikbud M. Nuh menegaskan alasan penghapusan itu karena pelajaran
SMA masih subjek umum sehingga siswa lebih baik diberikan kebebasan memilih
mata pelajaran yang sesuai keinginan dan minat masing-masing. Sistem ini juga
untuk menghilangkan diskriminasi saat lulusan SMA mendaftar ke perguruan
tinggi. Siswa jurusan IPA bisa mendaftar ke program studi sosial dan bahasa,
sedangkan siswa jurusan IPS tidak bisa mendaftar ke program studi eksata. Pengkotakan
atau dikotomi inilah yang diharapkan pemerintah tidak terjadi lagi, dengan
penghapusan jurusan tersebut.
Namun penghapusan jurusan di SMA ini
masih dalam tahap uji publik karena menimbulkan kontroversi di masyarakat.
Pasalnya kurikulum yang berjalan saat ini sudah tersistem dan terkoneksi dengan
kurikulum di perguruan tinggi. Perubahan ini harus diikuti penyesuain pola
penerimaan di perguruan tinggi. Belum lagi perbedaan prasarana pendidikan
antara kota dan daerah yang masih sangat kontras, serta kualitas guru atau
tenaga pengajar yang masih berada di bawah standar kompetensi. Faktor tenaga
pengajar merupakan hal vital harus dibenahi, sebelum kurikulum baru tersebut
diterapkan. Gurulah yang menjadi penentu berjalan atau tidaknya program
tersebut.
Bercermin dari rendahnya hasil Ujian
Kompetensi Guru (UKG) lalu, tentu diperlukan kerja keras dan waktu yang cukup
untuk meningkatkan kualitas guru agar mampu mengikuti model pengajaran baru
yang rencananya sudah diterapkan 2013. Ini merupakan salah satu pekerjaan rumah
yang harus menjadi prioritas untuk disiapkan pemerintah guna menunjang
penerapan kurikulum baru disamping faktor penunjang lainnya. Untuk menyusun
kurikulum baru diperlukan ketelitian dan kejelian. Perumusan kurikulum harus
disesuaikan dengan tantangan yang dihadapai dan sumber daya manusia yang kita
miliki. Selama ini pemerintah dan sekolah lebih disibukkan dengan aturan,
proyek dan pengadaan fasilitas, sebaliknya jarang memikirkan cara belajar yang
efektif bagi siswa. Senada, guru-guru justru berlomba-lomba memperjuangkan
bagaimana mendapatkan tunjungan insentif dan melupakan kewajiban untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Program pendidikan di
sekolah-sekolah seperti jalan sendiri-sendiri tanpa pengawasan dan kontrol
sehingga berdampak terhadap rendahnya kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan
kita memang masih tertinggal dan jauh di bawah negara-negara lain. Nah, dengan
penerapan kurikulum baru tersebut, diharapkan bisa mendongkrak kualitas
pendidikan dan menghasilkan generasi muda mampu menghadapi perubuhan dunia yang
begitu cepat. Kurikulum baru boleh saja dilakukan dengan syarat harus
disosialisasikan dan telah melewati uji publik yang komprehensif, peningkatan
kualitas guru, serta kelengkapan sarana dan prasarana pendukunganya. Jangan
sampai penerapan kurikulum baru yang diharapakan mampu mendongkrak kualitas
pendidikan di negeri ini, malah merugikan bagi anak didik di kemudian hari.
Sumber : Desi Ayani Ni Kadek dalam Majalah Tika SMA N 1 Amlapura
0 komentar:
Posting Komentar