Kamis, 01 Januari 2015




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Seperti yang kita ketahui, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks dengan wilayahnya yang sangat luas. Mulai dari hal kebudayaan, adat istiadat, keadaan ekonomi, pariwisata dan pekerjaan masyarakat yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Masyarakat Indonesia bisa kita sebut sebagai masyarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan bepikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Saat ini, Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa yang tersebar dari sabang sampai merauke. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara penduduk terpadat ke-4 di dunia. Meskipun demikian, jumlah penduduk Indonesia yang begitu banyak tidak sebanding dengan pendapatan penduduk yang relatif rendah. Hal tersebut disebabkan karena pengelolaan sumber daya manusia yang belum optimal yang dipengaruhi oleh perekonomian yang tidak stabil.
Keadaan ekonomi masyarakat Indonesia menjadi salah satu faktor utama kesenjangan ketenagakerjaan di Indonesia. Kondisi perekonomian di Indonesia bisa dibilang tidak stabil, dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya faktor lingkungan atau wilayah, banyaknya sumber daya manusia serta pengaruh pendidikan atau pengetahuan seseorang sehingga bisa menghasilkan tenaga kerja yang handal serta profesional untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi di dalam sistem perekonomian tersebut. Indonesia memiliki sistem ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang. Pada masa Orde Baru, sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia diubah kembali menjadi sistem demokrasi ekonomi. Namun sistem ekonomi ini hanya bertahan hingga masa Reformasi.
Salah satu faktor lainnya, di bidang pariwisata juga ternyata sangat berpengaruh terhadap ketenagakerjaan di Indonesia. Pariwisata  atau  turisme  adalah suatu  perjalanan yang dilakukan untuk rekreasiatau liburan dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan atau turis  adalah seseorang yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi, merupakan definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia. Definisi yang lebih lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka menangani jasa mulai dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal, makanan, minuman, dan jasa bersangkutan lainnya seperti bank, asuransi, keamanan, dll. Dan juga menawarkan tempat istrihat, budaya, pelarian, petualangan, dan pengalaman baru dan berbeda lainnya. Banyak negara, bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Beberapa bagian dari industri pariwisata seperti hotel, restoran serta tempat-tempat lainnya yang menjadi objek atau tempat kunjungan para wisatawan juga menjadi tempat bagi masyarakat Indonesia dalam memperoleh karirnya sesuai dengan bidang atau keahlian masing-masing. Misalnya, kita bisa melamar pekerjaan di sebuah hotel bintang lima di kawasan pariwisata, menjadi tenaga kerja sebagai seorang marketing&sales atau front office. Atau kita juga bisa bekerja secara freelance, seperti guide atau pemandu wisata. Tentu saja kita harus memiliki skill atau ilmu pengetahuan dalam bidang-bidang tersebut. Oleh karena itu pengembangan industri pariwisata ini adalah salah satu strategi yang dipakai oleh Organisasi Non-Pemerintah untuk mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada orang non-lokal. Menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM harus mengambil penjurusan industri serta organisasi. Sebagai ilmu, SDM dipelajari dalam manajemen sumber daya manusia atau (MSDM). Dalam bidang ilmu ini, terjadi sintesa antara ilmu manajemen dan psikologi. Mengingat struktur SDM dalam industri-organisasi dipelajari oleh ilmu manajemen, sementara manusia-nya sebagai subyek pelaku adalah bidang kajian ilmu psikologi. Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan, ditandai dengan jumlah pengangguran dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relaif rendah dan kurang merata serta banyaknya terdapat PHK besar-besaran. Banyaknya pengangguran akibat dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh beberapa perusahaan dengan alasan tertentu. Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis masa kontrak. Tentu saja hal ini mengakibatkan pengangguran. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi pengaturan melalui program Wajib Belajar 9 Tahun, program padat karya, program pelatihan tenaga kerja dan pelatihan kewirausahaan, menggalakkan program transmigrasi , mengintensifkan program Keluarga Berencana (KB), memperbaiki pasar tenaga kerja, memberikan kredit usaha lunak tanpa jaminan melalui Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) serta pemberian jaminan sosial.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah yang dijadikan dasar penyusunan paper ini adalah:
1.2.1      Bagaimana upaya perusahaan dalam memenuhi tunjangan sosial dan kesehatan bagi para pekerjanya?
1.2.2      Bagaimana upaya perusahaan dalam mengatasi masalah PHK?
1.2.3      Bagaimana peran pemerintah dalam meminimalisir jumlah pengangguran melalui perusahaan?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
1.3.1      Untuk mengetahui upaya perusahaan dalam memenuhi tunjangan sosial dan kesehatan bagi para pekerjanya.
1.3.2      Untuk mengetahui upaya perusahaan dalam mengatasi masalah PHK.
1.3.3      Untuk mengetahui peran pemerintah dalam meminimalisir jumlah pengangguran melalui perusahaan.

1.4  Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dihasilkan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
1.4.1      Memuaskan  rasa ingin tahu masyarakat terutama pekerja di sektor pariwisata mengenai hak-hak dan juga kewajiban yang seharusnya mereka dapatkan sebagai perkerja di bidang pariwisata.
1.4.2      Menjawab pertanyaan beberapa pekerja pariwisata yang merasa pekerjaan mereka tidak sebanding dengan gaji atau upah yang mereka dapatkan.
1.4.3      Memberikan informasi kepada masyarakat umum baik yang bekerja di sektor pariwisata maupun sektor lain mengenai hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang mengikat mereka sebagai pekerja.

1.5  Metode Penulisan
Dalam penulisan paper ini, metode yang kami  gunakan adalah studi kepustakaan, yaitu dengan membaca berbagai buku, artikel-artikel tentang hukum ketenagakerjaan dan juga membaca berita di internet yang sekiranya berhubungan dengan topik dalam paper ini.




BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1       Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
Di dalam kedudukannya, tenaga kerja merupakan pelaku dari pembangunan yang berperan penting dalam meningkatkan produktivitas nasional dan kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu, untuk dapat bersaing dalam dunia global dan juga memiliki daya guna yang optimal, tenaga kerja  perlu pemberdayaan guna menambah nilai dari tenaga kerja itu sendiri.
Dalam Undang- Undang RI No.13 tahun 2003, tentang ketenagakerjaan bab I tentang Ketentuan Umum, pasal 1 menyatakan bahwa:
1.      Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja;
2.      Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri dan masyarakat;
3.      Pekerja/ buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

2.1.1         Pengertian Hukum Ketenagakerjaan menurut Para Ahli

1.      Prof.MR.A.N.Molenaar
Hukum perburuhan itu merupakan bagian dari pada hukum umum (hukum positif)
2.      Prof.Mr.M.G.Levenbach
Hukum perburuhan adalah keseluruhan dari pada peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan hukum kerja.
3.      Mr.V.E.H.VanEsfeld
Van esfeld tidak membatasi hukum perburuhan pada norma-norma yang terdapat pada hubungan kerja saja
4.      Mr.S.Mok
Hukum perburuhan adalah bagian dari hukum umum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang
5.      I.L.O
Dalam suatu buku yang berjudul ‘Labour Law Course 1964” dikemukakan hal-hal sebagai berikut: “Labour Law inclides all the controls that regulate, direct and protect management labour”.
6.      Prof.ImamSoepomo,SH
Tentang hukum perburuhan sebagai berikut: hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan suatu kerjadian.

2.2            Landasan, Asas dan Tujuan Hukum Ketenagakerjaan
2.2.1     Landasan: Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan dan undang-undang dasar 1945 (pasal2)
2.2.2    Asas: Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah (Pasal 3)
2.2.3        Tujuan:
·         Memberdayakan dan mendayagunakan pekerja secara optimal dan manusiawi
·         Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
·         Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
·         Meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya (Pasal 4)
2.3              Hubungan Kerja dalam Hukum Ketenagakerjaan.
Hubungan kerja sektor formal adalah hubungan kerja yang terjalin antara pengusaha dan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, baik untuk waktu yang ditentukan maupun waktu yang tidak ditentukan yang didalamnya terkandung unsur pekerjaan , perintah dan upah.
Suatu hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara perusahaan dan pekerja. Perjanjian kerja itu sendiri adalah suatu perjanjian antara pekerja dengan perusahaan secara lisan dan atau tertulis yang berisikan syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak , baik untuk waktu yang ditentukan maupun tidak ditentukan. Perjanjian kerja dibuat berdasar atas:
1.      Kemauan bebas kedua belah pihak. 
2.      Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak
3.      Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
4.      Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun perjanjian kerja yang dibuat sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama , alamat perusahaan, dana jenis perusahaan
2. Informasi umum pekerja/buruh
3. Jabatan dan jenis pekerjaan
4. Tempat pekerjaan
5. Besarnya upah serta cara pembayarannya
6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak
7. Jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
8. Tempat dan waktu pembuatan perjanjian kerja
9. Tanda tangan pihak-pihak dalam perjanjian kerja.






2.4      Pengertian Tunjangan
Tunjangan adalah setiap tambahan benefit yang ditawarkan pada pekerja, misalnya pemakaian kendaraan perusahaan, makan siang gratis, bunga pinjaman rendah atau tanpa bunga, jasa kesehatan, bantuan liburan, dan skema pembelian saham. Pada tingkatan tinggi, seperti manajer senior, perusahaan biasanya lebih memilih memberikan tunjangan lebih besar dibanding menambah gaji, hal ini disebabkan tunjangan hanya dikenakan pajak rendah atau bahkan tidak dikenai pajak sama sekali. Tunjangan secara umum dibagi menjadi 2, yaitu:
1.      Tunjangan Tetap adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok, seperti Tunjangan Isteri; Tunjangan Anak; Tunjangan Perumahan; Tunjangan Kematian; Tunjangan Daerah dan lain-lain. Tunjangan Makan dan Tunjangan Transport dapat dimasukan dalam komponen tunjangan tetap apabila pemberian tunjangan tersebut tidak dikaitkan dengan kehadiran, dan diterima secara tetap oleh pekerja menurut satuan waktu, harian atau bulanan.
2.      Tunjangan Tidak Tetap adalah suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pekerja, yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok, seperti Tunjangan Transport yang didasarkan pada kehadiran, Tunjangan makan dapat dimasukan ke dalam tunjangan tidak tetap apabila tunjangan tersebut diberikan atas dasar kehadiran (pemberian tunjangan bisa dalam bentuk uang atau fasilitas makan).
Ada Tunjangan yang diatur ada juga yang tidak. Undang – Undang tidak mengatur mengenai tunjangan tidak tetap (tunjangan makan, transportasi, dll). Kebijakan mengenai tunjangan jenis ini, tergantung perusahaan masing-masing. Untuk Tunjangan Kesejahteraan/Kesehatan, dalam UU no 13 pasal 99 mengatur adanya Jaminan Sosialuntuk para pekerja. Adapula Tunjangan Hari Raya (THR), pemberian THR Keagamaan bagi pekerja di perusahaan diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan. Menurut peraturan tersebut, pengusaha diwajibkan untuk memberi THR Keagamaan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan atau lebih secara terus-menerus. Pekerja yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, mendapat THR minimal satu bulan gaji. Sedangkan Pekerja/buruh yang bermasa kerja tiga bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, mendapat secara proporsional, yaitu dengan menghitung masa kerja yang sedang berjalan dibagi 12 (dua belas) bulan dikali satu bulan upah.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2004
TENTANG
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layakdan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur;
b. bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem JaminanSosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2011
TENTANG
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
b. bahwa untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan penyelenggarayang berbentuk badan hukum berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian,akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan dana jaminansosial seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta;
c. bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SistemJaminan Sosial Nasional, harus dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Undang-Undangyang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara untuk mempercepat terselenggaranyasistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlumembentuk Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jadi inti dari upaya perusahaan dalam suatu tunjangan dapat dilakukan dengan cara memenuhi tunjangan sosial dan  kesehatan bagi para pekerjanya. Dengan gizi yang baik, maka kesehatan tenaga kerja juga akan baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Selama kesehatan terjaga maka suatu pekerjaan yang dikerjakan akan menghasilkan kualitas yang maksimal, dan dengan dipenuhinya tunjangan sosial maka akan menjamin kepastian para pekerja.

2.5       Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dari suatu proses produksi barang ataupun jasa. Kesehatan dan keselamatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan , baik jasmani maupun rohani para tenaga kerjanya. Perkembangan pembangunan Indonesia tentu beriringan dengan meningkatnya intensitas kerja yang juga meningkatkan resiko kecelakaan kerja di lingkungan kerja itu sendiri, maka dari pada itu disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang kemudian mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral, dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Dan untuk mengantisipasi masalah tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan tenaga kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya, yaitu Veiligheids Reglement, STBI No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi perubahan yang ada. Peraturan tersebut adalah UU No.1 tahun 1970 tentang keselamatn kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia, yang juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja.

2.6       Pemutusan Hubungan Kerja
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha. 
Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak pengusaha karena kesalahan pekerja. Karenanya, selama ini singkatan ini memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat. 
Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung sengketa hukum, atau karena pekerja tidak mengetahui hak mereka. 
Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006, perselisihan hubungan Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) serta Pengadilan Tata Usaha Negara.
           

2.6.1    Pekerja kontrak dan tetap
Pengaturan kompensasi PHK berbeda untuk pekerja kontrak (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu-PKWT) dan pekerja tetap (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu-PKWTT). Dalam hal kontrak, pihak yang memutuskan kontrak diperintahkan membayar sisa nilai kontrak tersebut. Sedangkan bagi pekerja tetap, diatur soal wajib tidaknya pengusaha memberi kompensasi atas PHK tersebut. 
Dalam PHK terhadap pekerja tetap, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja. Perlu dicatat, kewajiban ini hanya berlaku bagi pengusaha yang melakukan PHK terhadap pekerja untuk waktu tidak tertentu. Pekerja dengan kontrak mungkin menerima pesangon bila diatur dalam perjanjiannya.
2.6.2        Penyebab terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak perusahaan dapat saja melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini:
a.       Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri
Apabila pekerja tersebut mengundurkan diri secara mendadak tanpa mengikuti prosedur sesuai ketentuan yang berlaku (diajukan 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri) maka pekerja tersebut hanya mendapatkan uang penggantian hak. Tetapi kalau mengikuti prosedur maka pekerja tersebut mendapatkan uang pisah yang besar nilainya berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau peraturan perusahaan.
b.      Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya hubungan kerja
Bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa kontrak berakhir, maka pekerja tersebut tidak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan pasal 154 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 juga uang pisah tetapi berhak atas penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4.
c.       Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun.
Mengenai batasan usia pensiun perlu disepakati antara pengusaha dan pekerja dan dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Batasan usia pensiun yang dimaksud adalah penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan berdasarkan jumlah tahun masa kerja.
d.      Pekerja melakukan kesalahan berat
Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat memperoleh uang pengganti hak sedang bagi pekerja yang tugas dan fungsi tidak mewakili kepentingan perusahaan secara langsung,selain memperoleh uang pengganti, juga diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
e.       Pekerja melakukan pelanggaran
Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan perusahaan yang berupa perjanjian kerja , peraturan perusahaan,dan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh perusahaan atau secara bersama-sama antara pekerja/serikat pekerja dengan perusahaan, yang isinya minimal hak dan kewajiban masing-msing pihak dan syarat-syarat kerja, dengan perjanjian yang telah disetujui oleh masing-masing pihak diharapkan didalam implementasinya tidak dilanggar oleh salah satu pihak.

2.7       Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa smp, sma, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan.
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah “pengangguran terselubung” di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
2.7.1    Penyebab pengangguran
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah “pengangguran terselubung” di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.



BAB III
PEMBAHASAN

3.1              Upaya Perusahaan dalam Memenuhi Tunjangan Sosial dan Kesehatan bagi para Pekerjanya
Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus di jamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994 pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan.
Jaminan pemeliharaan kesehatan merupakan jaminan sebagai upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang penyembuhan. Oleh karena itu upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan social tenaga kerja.
Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib di laksanakan oleh setiap pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus sangat diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan di maksud diselenggarakan dalam bentuk jaminan social tenaga kerja yang bersifat umum untuk dilaksanakan atau bersifat dasar, dengan berasaskan usaha bersama, kekeluargaan dan kegotong royongan sebagai mana yang tercantum dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Menurut Undang – Undang Republik Indonesia tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, harus dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Undang-Undang yang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara untuk mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c Undang – Undang Republik Indonesia tentang Jaminan Sosial, perlu membentuk Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jadi inti dari upaya perusahaan dalam suatu tunjangan dapat dilakukan dengan cara memenuhi tunjangan sosial dan  kesehatan bagi para pekerjanya. Dengan gizi yang baik, maka kesehatan tenaga kerja juga akan baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Selama kesehatan terjaga maka suatu pekerjaan yang dikerjakan akan menghasilkan kualitas yang maksimal, dan dengan dipenuhinya tunjangan sosial maka akan menjamin kepastian para pekerja.
3.2       Upaya Perusahaan Dalam Mengatasi Masalah PHK
Isu menyangkut masalah perburuhan di Indonesia seakan tidak pernah ada habisnya. Berbagai kasus yang menyangkut perburuhan hampir setiap saat menghiasi media nasional kita. Fenomena terakhir adalah mengenai demo buruh yang berlangsung di beberapa daerah seperti Bekasi, Serang, dan Cikampek. Berbagai aksi yang dilakukan oleh kaum buruh tersebut bahkan membuat banyak warga lain mengalami kerugian karena aksi-aksi tersebut dilakukan di ruang publik sehingga mengganggu akses masyarakat pada fasilitas publik dan menggangu ketenangan masyarakat yang notabene tidak mengetahui latar belakang dari aksi tersebut. Dengan berbagai efek yang ditimbulkan dari aksi buruh itu, sudah sepatutnya kita mencoba menggali lebih dalam penyebab dari aksi buruh tersebut untuk kemudian dapat kita cari solusi untuk menanganinya sehingga permasalahan seperti ini dapat diselesaiakn dengan baik. Masalah aksi buruh ini dapat disebabkan oleh banyak faktor namun tulisan ini hanya akan mencoba mengulas sedikit dari salah satu sebab maraknya aksi yang dilakukan oleh buruh yaitu mengenai pemutusan hubungan kerja dan upaya alternatif untuk mencegah dan menanggulanginya.
            3.2.1    Faktor terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
A.        Kompleksnya masalah
Bagi Pekerja masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan masalah yang kompleks. Hal ini karena PHK akan berimbas pada masalah ekonomi, psikologi, bahkan lebih lanjut bisa berimbas pada masalah kriminalitas. Masalah ekonomi karena PHK akan menyebabkan hilangnya pendapatan sehingga buruh yang di PHK otomatis akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan masalah psikologi berkaitan dengan hilangnya status seseorang yang memberikan psikis tersendiri bagi pihak yang di PHK. Imbas dari hal tersebut dapat merambat kedalam masalah pengangguran dan kriminalitas. Jadi dapatlah dikatakan bahwa masalah pemutusan hubungan kerja merupakan masalah yang menyangkut kehidupan manusia serta kepentingan masyarkat luas. Bagi perusahaan, pemutusan hubungan kerja sebenarnya juga kerugian tersendiri karena mereka harus melepas pekerja yang telah dididik dan telah mengetahui cara-cara bekerja di perusahaannya. Selain itu dengan dilakukannya PHK terhadap sejumlah karyawan tentu akan menimbulkan dampak psikis tersendiri terhadap karyawan lain dan bukan tidak mungkin kinerja karyawan yang masih bertahan di perusahaan akan menurun. Terjadinya pemutusan hubungan kerja dengan demikian bukan hanya menimbulkan kesulitan bagi pekerja tetapi juga akan menimbulkan kesulitan bagi perusahaan. Belum lagi aksi-aski yang timbul setelahnya apabila PHK tersebut tidak dilaksanakan sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
PHK dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati bersama atau diperjanjikan sebelumnya dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan perburuhan. Pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian tidak menimbulkan masalah bagi kedua belah pihak yaitu pekerja dan pengusaha karena kedua belah pihak tentu telah mengetahui saat berakhirnya perjanjian kerja tersebut. Namun pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena adanya perselisihan, akan sangat mungkin menimbulkan ekses negatif yang apabila tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan dampak serta kerugian bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi masyarakayt luas. Maraknya aksi-aksi buruh tekait PHK trsebut meurpakan cermin dari kurang profesionalitasnya pengelolaan terkait maslah hubungan industrial pada umumnya dan PHK itu sendiri pada khususnya.
B.        Hukum yang belum efektif
Tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan antara buruh dan pengusaha merupakan hubungan yang tidak seimbang. Kedua belah pihak memiliki posisi tawar yang berbeda. Agar kedua belah pihak dapat melaksanakan hubungan kerja dengan baik tanpa adanya tindakan sewenang-wenang dari salah satu pihak, maka diperlukan adanya campur tangan dari pemerintah dalam bentuk peraturan-perundang-undangan. Adanya peraturan perundang-undangan ditujukan untuk pengendalian. Baik pemberi pekerja maupun yang diberi pekerjaan, masing-masing harus terkendali atau masing-masing harus menundukkan diri pada segala ketentuan dan peraturan yang berlaku yang didasari dengan tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan masing-masing sesuai dengan tugas dan wewenangnya sehingga keserasian dan keselarasan dapat terwujud. Itulah tujuan dari lahirnya penggaturan perundang-undangan mengenai perburuhan. Namun di dalam teori hukum sendiri kita mengenal adanya konsep das sollen dan das sein. Apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan, apa yang seharusnya dilaksanakan belum tentu akan sama dengan pelaksanaan dilapangan. Hal ini juga yang terjadi dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja. Apa-apa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan belum tentu akan sama dengan pelaksanaan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja di lapangan.
Pengaturan hukum mengenai pemutusan hubungan kerja telah disusun sedemikian rupa oleh pemerintah sebagai pihak regulator. Mulai dari pengaturan di level undang-undang, Peraturan Menteri hingga Keputusan menteri yang khusus mengatur mengenai pemutusan hubungan kerja ini. Namun sepertinya banyaknnya pengaturan mengenai pemutusan hubungan kerja tersebut belum cukup mampu untuk bisa mengatasi masalah Pemutusan Hubungan Kerja. Hal ini Nampak dari masih maraknya aksi-aksi berupa deomonstrasi, perusakan pabrik serta mogok massal yang dilakukan pekerja akibat adanya Pemutusan Hubungan Kerja. Aksi-aksi buruh akibat terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja di daerah Pasuruan pada November 2011, aksi buruh “Pocari Sweat” pada Oktober 2011 serta terakhir aksi buruh pabrik sepatu di Tangerang yang bahkan melibatkan juga salah satu ormas Islam, merupakan bukti bahwa pendekatan secara hukum ternyata belum efektif untuk menyelesaikan masalah terkait Pemutusan Hubungan Kerja ini.
C.        Pendekatan Manajerial
Melihat kurang mampunya mekanisme hukum dalam menangani masalah pemutusan hubungan kerja ini, maka penulis merasa diperlukan pendekatan lain untuk mencoba menyelesaikan masalah terkait Pemutusan Hubungan Kerja. Pendekatan tersebut adalah pendekatan manajerial. Dengan pendekatan manajerial hubungan antara atasan dan bawahan serta antara karyawan dan karyawan yang menjadi point penting dalam hubungan kerja mendapat porsi yang lebih besar Dengan pendekatan manajerial hubungan antara atasan dan bawahan serta antara karyawan dan karyawan yang menjadi point penting dalam hubungan kerja mendapat porsi yang lebih besar. Ketika terjadi masalah antara buruh dan perusahaan, dalam pendekatan manajerial diperlukan kesepakatan persepsi. Semakin besar kesamaan persepsi, semakin langgenglah hubungan kerja dan semakin puaslah karyawan dengan hubungan mereka. Jika mereka merasa bahwa perusahaan menghargai dan memahami nilai serta perasaannya, maka akan terjalin komunikasi yang terbuka dan positif. Dengan perlakuan seperti ini, buruh dipandang sebagai faktor internal perusahaan dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan atau sebagai unsur konstruktif yang membangun perusahaan menjadi lebih baik.
Membina hubungan kerja antara atasan-bawahan memang tidak mudah. Perlu adanya perubahan pemahaman tentang pentingnya posisi karyawan dalam sebuah perusahaan. Mekanisme kerja yang terjadi di dalam suatu perusahaan meliputi relasi antara atasan-bawahan dan antar bawahan atau sesama rekan kerja. Relasi atau hubungan kerja ini seharusnya bukanlah hubungan yang berbasis “kekuasaan”, melainkan hubungan yang bertumpu pada konsep mekanisme kerja yang saling menguntungkan. Adakalanya seorang atasan hanya ingin mendengar apa yang ingin dia dengar. Hal ini tidak dapat menciptakan hubungan kerja yang baik. Yang terjadi adalah perusahaan semakin keropos dan hubungan kerja menjadi tidak menyenangkan. Sebaliknya, bila sikap didasarkan pada pendekatan manajerial dimana kepercayaan, penghargaan dan pengakuan kompetensi, maka hal itu akan memotivasi bawahan untuk kelangsungan inisiatif dan kreativitas bawahannya sehingga akan memicu berkembangnya profesionalisme,
Terakhir, pendekatan hukum bukan hal yang tidak perlu, justru pendekatan hukum merupakan faktor penting untuk menjaga keharmonisan hubungan kerja. Namun perlu diingat bahwa pendekatan hukum adalah bagian akhir dari penyelesaian masalah hubungan industrial apabila secara manajerial tidak mampu diselesaikan.

3.3       Peran Pemerintah Dalam Meminimalisir Jumlah Pengangguran Melalui Perusahaan
Salah satu upaya yang ditempuh oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal (Ditjen PNFI) Departemen Pendidikan Nasional khususnya Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan untuk memberikan kontribusi bagi penurunan angka pengangguran adalah dengan meluncurkan bantuan subsidi penyelenggaraan program-program kursus berbasis pendidikan kecakapan hidup (PKH) yang terdiri atas KWD, KWK, KPP, dan PKH kerjasama SMK/Poltek. KWD merupakan singkatan dari Kursus Wirausaha Orientasi Pedesaan. Kursus Wirausaha Orientasi Pedesaan (KWD) adalah program kursus yang diselenggarakan secara khusus, untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat kurang mampu agar memeroleh pengetahuan, keterampilan dan menumbuhkembangkan sikap mental kreatif, inovatif, bertanggung jawab serta berani menanggung resiko (sikap mental profesional) dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya yang dapat dijadikan bekal untuk peningkatan kualitas hidupnya. 
Melihat dari pengertiannya, program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap warga masyarakat pedesaan sebagai bekal untuk dapat bekerja dan/atau usaha mandiri sesuai dengan potensi/sumber daya lokal (local resources) di daerahnya, dan (2) memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat pedesaan agar memiliki kompetensi yang diperlukan dalam dunia usaha atau dunia kerja sesuai dengan jenis kursus yang diikuti, sehingga mampu merebut peluang kerja pada perusahaan/industri dengan penghasilan yang wajar atau mampu menciptakan lapangan kerja sendiri. 
Sasaran dari program KWD adalah warga masyarakat kurang mampu berusia 18 s.d. 35 tahun yang tidak sedang sekolah dan tidak memiliki pekerjaan tetap yang layak dan tentunya yang belum pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Bidang usaha dalam program KWD adalah bidang-bidang usaha yang lazim ada di daerah pedesaan seperti pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan dan bidang-bidang lain yang biasa ada di desa. KWK merupakan singkatan dari Kursus Wirausaha Orientasi Perkotaan.Kursus wirausaha orientasi perkotaan (KWK) adalah program kursus berbasis kecakapan hidup yang diselenggarakan untuk memberikan kesempatan belajarbagi masyarakat kurang mampu agar memperoleh pengetahuan, keterampilan dan menumbuhkembangkan sikap mental kreatif, inovatif, bertanggung jawab dan berani menanggung resiko (sikap mental profesional) dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya yang dapat dijadikan bekal untuk peningkatan kualitas hidupnya. 
Tujuan dari program KWK adalah (1) untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap warga masyarakat sebagai bekal untuk dapat bekerja dan/atau usaha mandiri sesuai dengan potensi/sumber daya serta peluang kerja yang ada di lingkungannya, dan (2) memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat agar memiliki kompetensi yang diperlukan dalam dunia usaha atau dunia kerja sesuai dengan jenis kursus yang diikuti, sehingga mampu merebut peluang kerja pada perusahaan/industri dengan penghasilan yang wajar atau sepanjang memungkinkan mampu memulai menciptakan lapangan kerja sendiri. Sasaran dari program KWK adalah warga masyarakat dengan kriteria yang sama dengan sasaran program KWD. Yang membedakan KWD dari KWD adalah jenis (bidang) usahanya. Bidang-bidang usaha KWK terdiri atas menjahit, TKK (Tata Kecantikan Kulit), TKR (Tata Kecantikan Rambut), TRP (Tata Rias Pengantin), otomotif, jasa boga, elektroika, spa, perhotelan, komputer, dan keterampilan jasa lainnya yang laku di pasar perkotaan. KPP singkatan dari Kursus Para Profesi. Kursus Para Profesi (KPP) adalah salah satu program pendidikan non formal yang berupa program pelayanan pendidikan dan pelatihan berorientasi pada Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) yang diberikan kepada masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan kepribadian yang mengarah pada penguasaan kompetensi di bidang keterampilan tertentu setingkat operator atau teknisi yang bersertifikat kompetensi sebagai bekal untuk bekerja. 
Tujuan dari program KPP adalah untuk memberikan kesempatan bagi para peserta didik usia produktif untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental sesuai dengan kebutuhan/peluang pasar kerja yang tersertifikasi serta fasilitasi penempatan kerja pada dunia usaha/industri (DUDI) dalam negeri dan luar negeri. Karakteristik sasaran program KPP sama dengan sasaran program KWD maupun KWK. Bedanya, KWD dan KWK diarahkan untuk bekerja pada perusahaan (orang lain) atau bekerja/ berusaha mandiri, sedangkan KPP diarahkan untuk bekerja sesuai dengan permintaan pasar (bursa) kerja. Prioritas Jenis keterampilan yang dapat diselenggarakan melalui program KPP, antara lain: Otomotif, Elektronika, Spa, Komputer, Akupunktur, PLRT plus, Garmen/menjahit, Baby Sitter, Care Giver, House Keeping, Pariwisata (perhotelan), dan jenis keterampilan lainnya sesuai job order. 
Kebijakan dari Diretorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan menyatakan bahwa penyelenggaraan program-program kursus tersebut menggunakan pendekatan “four in one” atau “4 in 1”, yakni, (1) melalui analisis kebutuhan pelatihan (training need assessment-job order); (2) pelatihan berbasis kompetensi (competency based training/CBT); (3) sertifikasi; dan (4) jaminan penempatan kerja (job placement) atau pembinaan usaha mandiri.
Analisis kebutuhan pelatihan diperlukan untuk memastikan bahwa program yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pelatihan berbasis kompetensi dimaksudkan agar pelaksanaan pelatihan bisa efisien dan efektif serta benar-benar memberikan bekal keterampilan yang memadai bagi peserta didik untuk memenangkan pasar (bursa) kerja atau berusaha mandiri. 
Sertifikasi diperlukan untuk menjamin kualitas lulusan program agar ketika memasuki dunia kerja dan dunia wirausaha benar-benar siap. Jaminan penempatan kerja diberikan untuk memberi kepastian kepada peserta program (peserta didik) bahwa program yang mereka ikuti benar-benar memenuhi harapan mereka. Monitoring dan evaluasi memang dilaksanakan tetapi secara parsial dan terbatas pada penyelenggaraan programnya saja. Aspek hasil dan dampak penyelenggaraan program termasuk di dalamnya penelusuran lulusan masih belum dievaluasi secara mendalam. Untuk itu, perlu ada kajian yang lebih mendalam dan menyeluruh mengenai seluruh rangkaian penyelenggaraan program-program kursus tersebut sehingga dapat diketahui hasil dan dampak penyelenggaraan programnya untuk dapat mengetahui kefektifan dan efisiensi penyelenggaraan program.



BAB IV
PENUTUP

4.1       Kesimpulan
4.1.1    Menurut Undang – Undang Republik Indonesia tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, harus dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Undang-Undang yang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara untuk mempercepat terselenggaranya sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi inti dari upaya perusahaan dalam suatu tunjangan dapat dilakukan dengan cara memenuhi tunjangan sosial dan  kesehatan bagi para pekerjanya. Dengan gizi yang baik, maka kesehatan tenaga kerja juga akan baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Selama kesehatan terjaga maka suatu pekerjaan yang dikerjakan akan menghasilkan kualitas yang maksimal, dan dengan dipenuhinya tunjangan sosial maka akan menjamin kepastian para pekerja.
4.1.2    Dengan pendekatan manajerial hubungan antara atasan dan bawahan serta antara karyawan dan karyawan yang menjadi point penting dalam hubungan kerja mendapat porsi yang lebih besar Dengan pendekatan manajerial hubungan antara atasan dan bawahan. Dengan pendekatan manajerial hubungan antara atasan dan bawahan serta antara karyawan dan karyawan yang menjadi point penting dalam hubungan kerja mendapat porsi yang lebih besar.
4.1.3    upaya yang ditempuh oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal (Ditjen PNFI) Departemen Pendidikan Nasional khususnya Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan untuk memberikan kontribusi bagi penurunan angka pengangguran adalah dengan meluncurkan bantuan subsidi penyelenggaraan program-program kursus berbasis pendidikan kecakapan hidup (PKH) yang terdiri atas KWD, KWK, KPP, dan PKH kerjasama SMK/Poltek.
4.2       Saran
4.2.1    Kepada pemerintah, instansi dan perusahaan terkait diharapkan dapat memenuhi tunjangan sosial dan kesehatan melalui program jaminan sosial bagi para pekerja.
4.2.2    Kepada perusahaan/instansi terkait diharapkan agar dapat mengatasi masalah PHK dengan membina hubungan kerja antara atasan dengan bawahan.
4.2.3    Kepada pemerintah diharapkan agar meminimalisir tingkat pengangguran di Indonesia dengan memperluas lapangan pekerjaan untuk masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Hukum Pariwisata PS D IV Manajemen Bisnis Pariwisata. Jurusan Pariwisata Politeknik Negeri Bali
Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan
Indonesia. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah Dan Pendapatan Non Upah
Rekson Silaban, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan anggota Dewan Pengawas ILO
Markus Sidauruk, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan anggota Dewan Pengupahan Nasional
http://www.pamjaki.org/



Doc Vers. Download DI SINI

Created By : Gus Pra


Tagged: , ,

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts