BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Seperti yang kita ketahui, masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat
kompleks dengan wilayahnya yang sangat luas. Mulai dari hal kebudayaan, adat
istiadat, keadaan ekonomi, pariwisata dan pekerjaan masyarakat yang terbentang
dari Sabang sampai Merauke. Masyarakat Indonesia bisa kita sebut sebagai
masyarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok
manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu
mengorganisasikan dirinya dan bepikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan
sosial dengan batas-batas tertentu. Saat ini, Indonesia memiliki jumlah
penduduk sebesar 225 juta jiwa yang tersebar dari sabang sampai merauke. Hal
ini menjadikan Indonesia sebagai negara penduduk terpadat ke-4 di dunia.
Meskipun demikian, jumlah penduduk Indonesia yang begitu banyak tidak sebanding
dengan pendapatan penduduk yang relatif rendah. Hal tersebut disebabkan karena
pengelolaan sumber daya manusia yang belum optimal yang dipengaruhi oleh perekonomian
yang tidak stabil.
Keadaan ekonomi
masyarakat Indonesia menjadi salah satu faktor utama kesenjangan
ketenagakerjaan di Indonesia. Kondisi perekonomian di Indonesia bisa dibilang
tidak stabil, dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya faktor lingkungan
atau wilayah, banyaknya sumber daya manusia serta pengaruh pendidikan atau
pengetahuan seseorang sehingga bisa menghasilkan tenaga kerja yang handal serta
profesional untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi di dalam sistem perekonomian
tersebut. Indonesia memiliki sistem ekonomi berbasis-pasar di mana
pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga
beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial
Asia yang dimulai pada
pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui
pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan
hutang. Pada masa Orde Baru, sistem ekonomi yang
dianut oleh bangsa Indonesia diubah kembali menjadi sistem demokrasi ekonomi.
Namun sistem ekonomi ini hanya bertahan hingga masa Reformasi.
Salah satu
faktor lainnya, di bidang pariwisata juga ternyata sangat berpengaruh terhadap
ketenagakerjaan di Indonesia. Pariwisata atau turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasiatau liburan dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas
ini. Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang yang melakukan
perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi,
merupakan definisi oleh Organisasi
Pariwisata Dunia. Definisi yang lebih lengkap, turisme adalah industri jasa. Mereka menangani jasa mulai dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal, makanan, minuman, dan jasa bersangkutan lainnya seperti bank, asuransi, keamanan, dll. Dan juga menawarkan tempat istrihat, budaya,
pelarian, petualangan, dan pengalaman baru dan berbeda lainnya. Banyak negara,
bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan
pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Beberapa bagian
dari industri pariwisata seperti hotel, restoran serta tempat-tempat lainnya
yang menjadi objek atau tempat kunjungan para wisatawan juga menjadi tempat
bagi masyarakat Indonesia dalam memperoleh karirnya sesuai dengan bidang atau
keahlian masing-masing. Misalnya, kita bisa melamar pekerjaan di sebuah hotel
bintang lima di kawasan pariwisata, menjadi tenaga kerja sebagai seorang
marketing&sales atau front office. Atau kita juga bisa bekerja secara
freelance, seperti guide atau pemandu wisata. Tentu saja kita harus memiliki
skill atau ilmu pengetahuan dalam bidang-bidang tersebut. Oleh karena itu
pengembangan industri pariwisata ini adalah salah satu strategi yang dipakai
oleh Organisasi Non-Pemerintah untuk mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah
wisata untuk meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada
orang non-lokal. Menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud
dengan pariwisata adalah
berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta
layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Sumber daya manusia atau biasa disingkat
menjadi SDM potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan
perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif dan
transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh potensi yang
terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan
yang seimbang dan berkelanjutan. Dalam pengertian praktis sehari-hari, SDM
lebih dimengerti sebagai bagian integral dari sistem yang membentuk suatu
organisasi. Oleh karena itu, dalam bidang kajian psikologi, para praktisi SDM
harus mengambil penjurusan industri serta organisasi. Sebagai ilmu, SDM
dipelajari dalam manajemen
sumber daya manusia atau (MSDM). Dalam bidang ilmu
ini, terjadi sintesa antara ilmu manajemen dan psikologi. Mengingat struktur
SDM dalam industri-organisasi dipelajari oleh ilmu manajemen, sementara
manusia-nya sebagai subyek pelaku adalah bidang kajian ilmu psikologi. Dewasa
ini, perkembangan terbaru memandang SDM bukan sebagai sumber daya belaka,
melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena
itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C.
atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama,
tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan
dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability
(beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau
organisasi lebih mengemuka.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah
mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan, ditandai dengan jumlah pengangguran
dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relaif rendah dan kurang
merata serta banyaknya terdapat PHK besar-besaran. Banyaknya pengangguran
akibat dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh beberapa perusahaan dengan
alasan tertentu. Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja
karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antara pekerja dan perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri,
pemberhentian oleh perusahaan atau habis masa kontrak. Tentu saja hal ini
mengakibatkan pengangguran. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi
pengaturan melalui program Wajib Belajar 9 Tahun, program padat karya, program
pelatihan tenaga kerja dan pelatihan kewirausahaan, menggalakkan program
transmigrasi , mengintensifkan program Keluarga Berencana (KB), memperbaiki
pasar tenaga kerja, memberikan kredit usaha lunak tanpa jaminan melalui Program
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
serta pemberian jaminan sosial.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah yang
dijadikan dasar penyusunan paper ini adalah:
1.2.1 Bagaimana upaya perusahaan dalam memenuhi
tunjangan sosial dan kesehatan bagi para pekerjanya?
1.2.2
Bagaimana
upaya perusahaan dalam mengatasi masalah PHK?
1.2.3
Bagaimana
peran pemerintah dalam meminimalisir jumlah pengangguran melalui perusahaan?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan paper
ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui upaya perusahaan dalam
memenuhi tunjangan sosial dan kesehatan bagi para pekerjanya.
1.3.2 Untuk mengetahui upaya perusahaan dalam
mengatasi masalah PHK.
1.3.3 Untuk mengetahui peran pemerintah dalam
meminimalisir jumlah pengangguran melalui perusahaan.
1.4 Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat yang dihasilkan dari penulisan
paper ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Memuaskan
rasa ingin tahu masyarakat terutama pekerja di sektor pariwisata
mengenai hak-hak dan juga kewajiban yang seharusnya mereka dapatkan sebagai
perkerja di bidang pariwisata.
1.4.2 Menjawab pertanyaan beberapa pekerja
pariwisata yang merasa pekerjaan mereka tidak sebanding dengan gaji atau upah
yang mereka dapatkan.
1.4.3 Memberikan informasi kepada masyarakat umum
baik yang bekerja di sektor pariwisata maupun sektor lain mengenai hukum-hukum
atau peraturan-peraturan yang mengikat mereka sebagai pekerja.
1.5 Metode
Penulisan
Dalam penulisan paper ini, metode yang kami gunakan adalah studi kepustakaan, yaitu
dengan membaca berbagai buku, artikel-artikel tentang hukum ketenagakerjaan dan
juga membaca berita di internet yang sekiranya berhubungan dengan topik dalam paper
ini.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
Di dalam kedudukannya, tenaga kerja merupakan
pelaku dari pembangunan yang berperan penting dalam meningkatkan produktivitas
nasional dan kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu, untuk dapat bersaing
dalam dunia global dan juga memiliki daya guna yang optimal, tenaga kerja perlu pemberdayaan guna menambah nilai dari
tenaga kerja itu sendiri.
Dalam Undang- Undang RI No.13 tahun 2003, tentang
ketenagakerjaan bab I tentang Ketentuan Umum, pasal 1 menyatakan bahwa:
1.
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja;
2.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
hidup sendiri dan masyarakat;
3.
Pekerja/ buruh adalah setiap orang yang bekerja
untuk menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
2.1.1
Pengertian Hukum
Ketenagakerjaan menurut Para Ahli
1.
Prof.MR.A.N.Molenaar
Hukum perburuhan itu merupakan bagian dari pada hukum umum (hukum positif)
Hukum perburuhan itu merupakan bagian dari pada hukum umum (hukum positif)
2.
Prof.Mr.M.G.Levenbach
Hukum perburuhan adalah keseluruhan dari pada peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan hukum kerja.
Hukum perburuhan adalah keseluruhan dari pada peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan hukum kerja.
3.
Mr.V.E.H.VanEsfeld
Van esfeld tidak membatasi hukum perburuhan pada norma-norma yang terdapat pada hubungan kerja saja
Van esfeld tidak membatasi hukum perburuhan pada norma-norma yang terdapat pada hubungan kerja saja
4.
Mr.S.Mok
Hukum perburuhan adalah bagian dari hukum umum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang
Hukum perburuhan adalah bagian dari hukum umum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang
5.
I.L.O
Dalam suatu buku yang berjudul ‘Labour Law Course 1964” dikemukakan hal-hal sebagai berikut: “Labour Law inclides all the controls that regulate, direct and protect management labour”.
Dalam suatu buku yang berjudul ‘Labour Law Course 1964” dikemukakan hal-hal sebagai berikut: “Labour Law inclides all the controls that regulate, direct and protect management labour”.
6.
Prof.ImamSoepomo,SH
Tentang hukum perburuhan sebagai berikut: hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan suatu kerjadian.
Tentang hukum perburuhan sebagai berikut: hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan suatu kerjadian.
2.2
Landasan, Asas dan
Tujuan Hukum Ketenagakerjaan
2.2.1 Landasan: Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan dan
undang-undang dasar 1945 (pasal2)
2.2.2 Asas: Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan
atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral
pusat dan daerah (Pasal 3)
2.2.3
Tujuan:
·
Memberdayakan dan mendayagunakan pekerja
secara optimal dan manusiawi
·
Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan
penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan
daerah
·
Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja
dalam mewujudkan kesejahteraan
·
Meningkatkan kesejahteraan pekerja dan
keluarganya (Pasal 4)
2.3
Hubungan
Kerja dalam Hukum Ketenagakerjaan.
Hubungan kerja sektor
formal adalah hubungan kerja yang terjalin antara pengusaha dan pekerja
berdasarkan perjanjian kerja, baik untuk waktu yang ditentukan maupun waktu
yang tidak ditentukan yang didalamnya terkandung unsur pekerjaan , perintah dan
upah.
Suatu hubungan kerja
terjadi karena adanya perjanjian kerja antara perusahaan dan pekerja.
Perjanjian kerja itu sendiri adalah suatu perjanjian antara pekerja dengan
perusahaan secara lisan dan atau tertulis yang berisikan syarat-syarat kerja,
hak, dan kewajiban kedua belah pihak , baik untuk waktu yang ditentukan maupun
tidak ditentukan. Perjanjian kerja dibuat berdasar atas:
1.
Kemauan bebas kedua belah pihak.
2.
Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak
3.
Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
4.
Pekerjaan yang diperjanjikan tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Adapun perjanjian kerja yang dibuat sekurang-kurangnya
memuat:
1. Nama , alamat perusahaan, dana jenis perusahaan
2. Informasi umum pekerja/buruh
3. Jabatan dan jenis pekerjaan
4. Tempat pekerjaan
5. Besarnya upah serta cara pembayarannya
6.
Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak
7. Jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
8. Tempat dan waktu pembuatan perjanjian kerja
9. Tanda tangan pihak-pihak dalam perjanjian kerja.
2.4
Pengertian
Tunjangan
Tunjangan adalah setiap tambahan benefit yang ditawarkan pada pekerja, misalnya pemakaian kendaraan perusahaan,
makan siang gratis, bunga pinjaman rendah atau tanpa bunga, jasa kesehatan, bantuan liburan, dan skema
pembelian saham. Pada tingkatan tinggi, seperti manajer senior, perusahaan biasanya lebih memilih
memberikan tunjangan lebih besar dibanding menambah gaji, hal ini disebabkan
tunjangan hanya dikenakan pajak rendah atau bahkan tidak dikenai pajak sama
sekali. Tunjangan secara umum dibagi menjadi 2, yaitu:
1.
Tunjangan Tetap
adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan
secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu
yang sama dengan pembayaran upah pokok, seperti Tunjangan Isteri; Tunjangan
Anak; Tunjangan Perumahan; Tunjangan Kematian; Tunjangan Daerah dan lain-lain.
Tunjangan Makan dan Tunjangan Transport dapat dimasukan dalam komponen
tunjangan tetap apabila pemberian tunjangan tersebut tidak dikaitkan dengan
kehadiran, dan diterima secara tetap oleh pekerja menurut satuan waktu, harian
atau bulanan.
2.
Tunjangan Tidak Tetap
adalah suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan
dengan pekerja, yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya
serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran
upah pokok, seperti Tunjangan Transport yang didasarkan pada kehadiran,
Tunjangan makan dapat dimasukan ke dalam tunjangan tidak tetap apabila
tunjangan tersebut diberikan atas dasar kehadiran (pemberian tunjangan bisa
dalam bentuk uang atau fasilitas makan).
Ada
Tunjangan yang diatur ada juga yang tidak. Undang – Undang tidak mengatur
mengenai tunjangan tidak tetap (tunjangan makan, transportasi, dll). Kebijakan
mengenai tunjangan jenis ini, tergantung perusahaan masing-masing. Untuk
Tunjangan Kesejahteraan/Kesehatan, dalam UU no 13 pasal 99 mengatur
adanya Jaminan Sosialuntuk para pekerja. Adapula Tunjangan Hari Raya
(THR), pemberian THR Keagamaan bagi pekerja di perusahaan diatur dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994 tentang
Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan. Menurut
peraturan tersebut, pengusaha diwajibkan untuk memberi THR Keagamaan kepada
pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan atau lebih secara
terus-menerus. Pekerja yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau
lebih, mendapat THR minimal satu bulan gaji. Sedangkan Pekerja/buruh yang
bermasa kerja tiga bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan,
mendapat secara proporsional, yaitu dengan menghitung masa kerja yang sedang
berjalan dibagi 12 (dua belas) bulan dikali satu bulan upah.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
40 TAHUN 2004
TENTANG
SISTEM
JAMINAN SOSIAL NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layakdan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya
masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur;
b. bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara
mengembangkan Sistem JaminanSosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b, perlu membentuk
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
24 TAHUN 2011
TENTANG
BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang
bertujuan memberikan kepastian
perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
b. bahwa untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu
dibentuk badan penyelenggarayang berbentuk badan hukum berdasarkan prinsip
kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian,akuntabilitas,
portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan dana
jaminansosial seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan peserta;
c. bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2004 tentang SistemJaminan Sosial Nasional, harus dibentuk Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Undang-Undangyang merupakan transformasi
keempat Badan Usaha Milik Negara untuk mempercepat terselenggaranyasistem
jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlumembentuk Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Jadi inti
dari upaya perusahaan dalam suatu tunjangan dapat dilakukan dengan cara
memenuhi tunjangan sosial dan kesehatan
bagi para pekerjanya. Dengan gizi yang baik, maka kesehatan tenaga kerja juga
akan baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Selama kesehatan
terjaga maka suatu pekerjaan yang dikerjakan akan menghasilkan kualitas yang
maksimal, dan dengan dipenuhinya tunjangan sosial maka akan menjamin kepastian
para pekerja.
2.5 Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan
dari suatu proses produksi barang ataupun jasa. Kesehatan dan keselamatan kerja
difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan , baik jasmani maupun rohani para tenaga kerjanya. Perkembangan
pembangunan Indonesia tentu beriringan dengan meningkatnya intensitas kerja
yang juga meningkatkan resiko kecelakaan kerja di lingkungan kerja itu sendiri,
maka dari pada itu disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai
tenaga kerja yang kemudian mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003
tentang ketenagakerjaan. Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa
setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja, moral, dan kesusilaan dan perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Dan untuk
mengantisipasi masalah tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan tenaga kerja sebagai
pengganti peraturan sebelumnya, yaitu Veiligheids Reglement, STBI No.406 tahun
1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi perubahan yang ada. Peraturan
tersebut adalah UU No.1 tahun 1970 tentang keselamatn kerja yang ruang
lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia, yang juga mengatur syarat-syarat
keselamatan kerja.
2.6 Pemutusan Hubungan Kerja
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja
karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban
antara pekerja dan pengusaha.
Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak pengusaha karena kesalahan pekerja. Karenanya, selama ini singkatan ini memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat.
Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung sengketa hukum, atau karena pekerja tidak mengetahui hak mereka.
Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006, perselisihan hubungan Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) serta Pengadilan Tata Usaha Negara.
Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak pengusaha karena kesalahan pekerja. Karenanya, selama ini singkatan ini memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat.
Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung sengketa hukum, atau karena pekerja tidak mengetahui hak mereka.
Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006, perselisihan hubungan Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) serta Pengadilan Tata Usaha Negara.
2.6.1 Pekerja
kontrak dan tetap
Pengaturan
kompensasi PHK berbeda untuk pekerja kontrak (terikat Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu-PKWT) dan pekerja tetap (terikat Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu-PKWTT). Dalam hal kontrak, pihak yang memutuskan kontrak diperintahkan
membayar sisa nilai kontrak tersebut. Sedangkan bagi pekerja tetap, diatur soal
wajib tidaknya pengusaha memberi kompensasi atas PHK tersebut.
Dalam PHK terhadap pekerja tetap, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja. Perlu dicatat, kewajiban ini hanya berlaku bagi pengusaha yang melakukan PHK terhadap pekerja untuk waktu tidak tertentu. Pekerja dengan kontrak mungkin menerima pesangon bila diatur dalam perjanjiannya.
Dalam PHK terhadap pekerja tetap, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima pekerja. Perlu dicatat, kewajiban ini hanya berlaku bagi pengusaha yang melakukan PHK terhadap pekerja untuk waktu tidak tertentu. Pekerja dengan kontrak mungkin menerima pesangon bila diatur dalam perjanjiannya.
2.6.2
Penyebab terjadinya
Pemutusan Hubungan Kerja
Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan,
pihak perusahaan dapat saja melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti di
bawah ini:
a.
Pengunduran diri secara
baik-baik atas kemauan sendiri
Apabila pekerja tersebut mengundurkan diri secara
mendadak tanpa mengikuti prosedur sesuai ketentuan yang berlaku (diajukan 30
hari sebelum tanggal pengunduran diri) maka pekerja tersebut hanya mendapatkan
uang penggantian hak. Tetapi kalau mengikuti prosedur maka pekerja tersebut
mendapatkan uang pisah yang besar nilainya berdasarkan kesepakatan antara
pengusaha dan pekerja yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau
peraturan perusahaan.
b.
Pengunduran diri secara
tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya hubungan kerja
Bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa kontrak berakhir,
maka pekerja tersebut tidak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan pasal
154 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3
juga uang pisah tetapi berhak atas penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156
ayat 4.
c. Pengunduran diri karena mencapai
usia pensiun.
Mengenai batasan usia pensiun
perlu disepakati antara pengusaha dan pekerja dan dituangkan dalam perjanjian
kerja bersama atau peraturan perusahaan. Batasan usia pensiun yang dimaksud
adalah penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan berdasarkan jumlah tahun
masa kerja.
d. Pekerja melakukan kesalahan berat
Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya
dapat memperoleh uang pengganti hak sedang bagi pekerja yang tugas dan fungsi
tidak mewakili kepentingan perusahaan secara langsung,selain memperoleh uang
pengganti, juga diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian
Kerja, Peraturan Perusahaan, dan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
e. Pekerja melakukan pelanggaran
Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan perusahaan
yang berupa perjanjian kerja , peraturan perusahaan,dan Perjanjian Kerja
Bersama yang dibuat oleh perusahaan atau secara bersama-sama antara
pekerja/serikat pekerja dengan perusahaan, yang isinya minimal hak dan
kewajiban masing-msing pihak dan syarat-syarat kerja, dengan perjanjian yang
telah disetujui oleh masing-masing pihak diharapkan didalam implementasinya
tidak dilanggar oleh salah satu pihak.
2.7 Pengangguran
Pengangguran adalah
orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari
pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja
contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa smp, sma, mahasiswa perguruan tinggi,
dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan.
Pengangguran atau
tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang
mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang
yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya
disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding
dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran
seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya
pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga
dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat
pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran
dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan
menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang
menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang
berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap
penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat
menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya
GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti
Indonesia, dikenal istilah “pengangguran terselubung” di mana pekerjaan yang
semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih
banyak orang.
2.7.1 Penyebab pengangguran
Pengangguran
umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah
lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi
masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan
pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya
kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah
pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Ketiadaan
pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang
menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang
berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap
penganggur dan keluarganya.
Tingkat
pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik,
keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu
negara. Di negara-negara berkembang seperti
Indonesia, dikenal istilah “pengangguran terselubung” di mana pekerjaan yang
semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih
banyak orang.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Upaya Perusahaan dalam Memenuhi Tunjangan Sosial dan
Kesehatan bagi para Pekerjanya
Tenaga
kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat
pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah
kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana
pembangunan harus di jamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya
gunanya. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994 pengertian
tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib
mengikuti program jaminan sosial
tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan.
Jaminan pemeliharaan
kesehatan merupakan jaminan sebagai upaya penanggulangan dan pencegahan
gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan
termasuk kehamilan dan persalinan. Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk
meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas
sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang penyembuhan. Oleh karena
itu upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika
dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan
kemampuan masyarakat melalui program jaminan social tenaga kerja.
Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia
yang wajib di laksanakan oleh setiap pengusaha atau perusahaan yang
mempekerjakan orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus sangat
diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan di
maksud diselenggarakan dalam bentuk jaminan social tenaga kerja yang bersifat
umum untuk dilaksanakan atau bersifat dasar,
dengan berasaskan usaha bersama, kekeluargaan dan kegotong royongan sebagai
mana yang tercantum dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
Menurut Undang – Undang Republik
Indonesia tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal
52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, harus dibentuk Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Undang-Undang yang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara untuk
mempercepat terselenggaranya sistem
jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c Undang – Undang
Republik Indonesia tentang Jaminan Sosial, perlu membentuk Undang-Undang tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Jadi inti
dari upaya perusahaan dalam suatu tunjangan dapat dilakukan dengan cara
memenuhi tunjangan sosial dan kesehatan
bagi para pekerjanya. Dengan gizi yang baik, maka kesehatan tenaga kerja juga
akan baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Selama kesehatan
terjaga maka suatu pekerjaan yang dikerjakan akan menghasilkan kualitas yang
maksimal, dan dengan dipenuhinya tunjangan sosial maka akan menjamin kepastian
para pekerja.
3.2 Upaya
Perusahaan Dalam Mengatasi Masalah PHK
Isu menyangkut
masalah perburuhan di Indonesia seakan tidak pernah ada habisnya. Berbagai
kasus yang menyangkut perburuhan hampir setiap saat menghiasi media nasional
kita. Fenomena terakhir adalah mengenai demo buruh yang berlangsung di beberapa
daerah seperti Bekasi, Serang, dan Cikampek. Berbagai aksi yang dilakukan oleh
kaum buruh tersebut bahkan membuat banyak warga lain mengalami kerugian karena
aksi-aksi tersebut dilakukan di ruang publik sehingga mengganggu akses
masyarakat pada fasilitas publik dan menggangu ketenangan masyarakat yang
notabene tidak mengetahui latar belakang dari aksi tersebut. Dengan berbagai
efek yang ditimbulkan dari aksi buruh itu, sudah sepatutnya kita mencoba
menggali lebih dalam penyebab dari aksi buruh tersebut untuk kemudian dapat
kita cari solusi untuk menanganinya sehingga permasalahan seperti ini dapat
diselesaiakn dengan baik. Masalah aksi buruh ini dapat disebabkan oleh banyak
faktor namun tulisan ini hanya akan mencoba mengulas sedikit dari salah satu
sebab maraknya aksi yang dilakukan oleh buruh yaitu mengenai pemutusan hubungan
kerja dan upaya alternatif untuk mencegah dan menanggulanginya.
3.2.1 Faktor terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja
A. Kompleksnya
masalah
Bagi
Pekerja masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan masalah yang kompleks. Hal ini karena PHK akan berimbas pada
masalah ekonomi, psikologi, bahkan lebih lanjut bisa berimbas pada masalah
kriminalitas. Masalah ekonomi karena PHK akan menyebabkan hilangnya pendapatan
sehingga buruh yang di PHK otomatis akan mengalami kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, sedangkan masalah psikologi berkaitan dengan hilangnya
status seseorang yang memberikan psikis tersendiri bagi pihak yang di PHK.
Imbas dari hal tersebut dapat merambat kedalam masalah pengangguran dan
kriminalitas. Jadi dapatlah dikatakan bahwa masalah pemutusan hubungan kerja
merupakan masalah yang menyangkut kehidupan manusia serta kepentingan masyarkat
luas. Bagi perusahaan, pemutusan hubungan kerja sebenarnya juga kerugian
tersendiri karena mereka harus melepas pekerja yang telah dididik dan telah
mengetahui cara-cara bekerja di perusahaannya. Selain itu dengan dilakukannya
PHK terhadap sejumlah karyawan tentu akan menimbulkan dampak psikis tersendiri
terhadap karyawan lain dan bukan tidak mungkin kinerja karyawan yang masih
bertahan di perusahaan akan menurun. Terjadinya pemutusan hubungan kerja dengan
demikian bukan hanya menimbulkan kesulitan bagi pekerja tetapi juga akan
menimbulkan kesulitan bagi perusahaan. Belum lagi aksi-aski yang timbul
setelahnya apabila PHK tersebut tidak dilaksanakan sesuai kesepakatan kedua
belah pihak.
PHK
dapat terjadi karena telah berakhirnya waktu tertentu yang telah disepakati
bersama atau diperjanjikan sebelumnya dan dapat pula terjadi karena adanya
perselisihan perburuhan. Pemutusan
hubungan kerja yang terjadi karena berakhirnya waktu yang telah ditentukan
dalam perjanjian tidak menimbulkan masalah bagi kedua belah pihak yaitu pekerja
dan pengusaha karena kedua belah pihak tentu telah mengetahui saat berakhirnya
perjanjian kerja tersebut. Namun pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena
adanya perselisihan, akan sangat mungkin menimbulkan ekses negatif yang apabila
tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan dampak serta kerugian bagi
perusahaan itu sendiri maupun bagi masyarakayt luas. Maraknya aksi-aksi buruh
tekait PHK trsebut meurpakan cermin dari kurang profesionalitasnya pengelolaan
terkait maslah hubungan industrial pada umumnya dan PHK itu sendiri pada
khususnya.
B. Hukum
yang belum efektif
Tidak
dapat dipungkiri bahwa hubungan antara buruh dan pengusaha merupakan hubungan
yang tidak seimbang. Kedua belah pihak memiliki posisi tawar yang berbeda. Agar
kedua belah pihak dapat melaksanakan hubungan kerja dengan baik tanpa adanya
tindakan sewenang-wenang dari salah satu pihak, maka diperlukan adanya campur
tangan dari pemerintah dalam bentuk peraturan-perundang-undangan. Adanya
peraturan perundang-undangan ditujukan untuk pengendalian. Baik pemberi pekerja
maupun yang diberi pekerjaan, masing-masing harus terkendali atau masing-masing
harus menundukkan diri pada segala ketentuan dan peraturan yang berlaku yang
didasari dengan tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan masing-masing sesuai
dengan tugas dan wewenangnya sehingga keserasian dan keselarasan dapat terwujud.
Itulah tujuan dari lahirnya penggaturan perundang-undangan mengenai perburuhan.
Namun di dalam teori hukum sendiri kita mengenal adanya konsep das sollen dan das sein. Apa yang
tertulis dalam peraturan perundang-undangan, apa yang seharusnya dilaksanakan
belum tentu akan sama dengan pelaksanaan dilapangan. Hal ini juga yang terjadi
dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja. Apa-apa yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan belum tentu akan sama dengan pelaksanaan mengenai Pemutusan
Hubungan Kerja di lapangan.
Pengaturan
hukum mengenai pemutusan hubungan kerja telah disusun sedemikian rupa oleh
pemerintah sebagai pihak regulator. Mulai
dari pengaturan di level undang-undang, Peraturan Menteri hingga Keputusan
menteri yang khusus mengatur mengenai pemutusan hubungan kerja ini. Namun
sepertinya banyaknnya pengaturan mengenai pemutusan hubungan kerja tersebut
belum cukup mampu untuk bisa mengatasi masalah Pemutusan Hubungan Kerja. Hal
ini Nampak dari masih maraknya aksi-aksi berupa deomonstrasi, perusakan pabrik
serta mogok massal yang dilakukan pekerja akibat adanya Pemutusan Hubungan
Kerja. Aksi-aksi buruh akibat terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja di daerah
Pasuruan pada November 2011, aksi
buruh “Pocari Sweat” pada Oktober 2011 serta terakhir aksi buruh pabrik sepatu
di Tangerang yang bahkan melibatkan juga salah satu ormas Islam, merupakan
bukti bahwa pendekatan secara hukum ternyata belum efektif untuk menyelesaikan
masalah terkait Pemutusan Hubungan Kerja ini.
C. Pendekatan
Manajerial
Melihat
kurang mampunya mekanisme hukum dalam menangani masalah pemutusan hubungan
kerja ini, maka penulis merasa diperlukan pendekatan lain untuk mencoba
menyelesaikan masalah terkait Pemutusan Hubungan Kerja. Pendekatan tersebut
adalah pendekatan manajerial. Dengan pendekatan manajerial hubungan antara
atasan dan bawahan serta antara karyawan dan karyawan yang menjadi point
penting dalam hubungan kerja mendapat porsi yang lebih besar Dengan pendekatan
manajerial hubungan antara atasan dan bawahan serta antara karyawan dan
karyawan yang menjadi point penting dalam hubungan kerja mendapat porsi yang
lebih besar. Ketika terjadi masalah antara buruh dan perusahaan, dalam
pendekatan manajerial diperlukan kesepakatan persepsi. Semakin besar kesamaan
persepsi, semakin langgenglah hubungan kerja dan semakin puaslah karyawan
dengan hubungan mereka. Jika mereka merasa bahwa perusahaan menghargai dan
memahami nilai serta perasaannya, maka akan terjalin komunikasi yang terbuka
dan positif. Dengan perlakuan seperti ini, buruh dipandang sebagai
faktor internal perusahaan dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan atau
sebagai unsur konstruktif yang membangun perusahaan menjadi lebih baik.
Membina
hubungan kerja antara atasan-bawahan memang tidak mudah. Perlu adanya perubahan
pemahaman tentang pentingnya posisi karyawan dalam sebuah perusahaan. Mekanisme
kerja yang terjadi di dalam suatu perusahaan meliputi relasi antara
atasan-bawahan dan antar bawahan atau sesama rekan kerja. Relasi atau hubungan
kerja ini seharusnya bukanlah hubungan yang berbasis “kekuasaan”, melainkan
hubungan yang bertumpu pada konsep mekanisme kerja yang saling menguntungkan.
Adakalanya seorang atasan hanya ingin mendengar apa yang ingin dia dengar. Hal
ini tidak dapat menciptakan hubungan kerja yang baik. Yang terjadi adalah
perusahaan semakin keropos dan hubungan kerja menjadi tidak menyenangkan.
Sebaliknya, bila sikap didasarkan pada pendekatan manajerial dimana kepercayaan,
penghargaan dan pengakuan kompetensi, maka hal itu akan memotivasi bawahan
untuk kelangsungan inisiatif dan kreativitas bawahannya sehingga akan memicu
berkembangnya profesionalisme,
Terakhir,
pendekatan hukum bukan hal yang tidak perlu, justru pendekatan hukum merupakan
faktor penting untuk menjaga keharmonisan hubungan kerja. Namun perlu diingat
bahwa pendekatan hukum adalah bagian akhir dari penyelesaian masalah hubungan
industrial apabila secara manajerial tidak mampu diselesaikan.
3.3 Peran
Pemerintah Dalam Meminimalisir Jumlah Pengangguran Melalui Perusahaan
Salah
satu upaya yang ditempuh oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan
Informal (Ditjen PNFI) Departemen Pendidikan Nasional khususnya Direktorat
Pembinaan Kursus dan Kelembagaan untuk memberikan kontribusi bagi penurunan
angka pengangguran adalah dengan meluncurkan bantuan subsidi penyelenggaraan
program-program kursus berbasis pendidikan kecakapan hidup (PKH) yang terdiri
atas KWD, KWK, KPP, dan PKH kerjasama SMK/Poltek. KWD merupakan singkatan dari Kursus
Wirausaha Orientasi Pedesaan. Kursus Wirausaha Orientasi Pedesaan (KWD) adalah
program kursus yang diselenggarakan secara khusus, untuk memberikan kesempatan
bagi masyarakat kurang mampu agar memeroleh pengetahuan, keterampilan dan
menumbuhkembangkan sikap mental kreatif, inovatif, bertanggung jawab serta
berani menanggung resiko (sikap mental profesional) dalam mengelola potensi
diri dan lingkungannya yang dapat dijadikan bekal untuk peningkatan kualitas
hidupnya.
Melihat dari pengertiannya, program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap warga masyarakat pedesaan sebagai bekal untuk dapat bekerja dan/atau usaha mandiri sesuai dengan potensi/sumber daya lokal (local resources) di daerahnya, dan (2) memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat pedesaan agar memiliki kompetensi yang diperlukan dalam dunia usaha atau dunia kerja sesuai dengan jenis kursus yang diikuti, sehingga mampu merebut peluang kerja pada perusahaan/industri dengan penghasilan yang wajar atau mampu menciptakan lapangan kerja sendiri.
Melihat dari pengertiannya, program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap warga masyarakat pedesaan sebagai bekal untuk dapat bekerja dan/atau usaha mandiri sesuai dengan potensi/sumber daya lokal (local resources) di daerahnya, dan (2) memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat pedesaan agar memiliki kompetensi yang diperlukan dalam dunia usaha atau dunia kerja sesuai dengan jenis kursus yang diikuti, sehingga mampu merebut peluang kerja pada perusahaan/industri dengan penghasilan yang wajar atau mampu menciptakan lapangan kerja sendiri.
Sasaran
dari program KWD adalah warga masyarakat kurang mampu berusia 18 s.d. 35 tahun
yang tidak sedang sekolah dan tidak memiliki pekerjaan tetap yang layak dan
tentunya yang belum pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Bidang
usaha dalam program KWD adalah bidang-bidang usaha yang lazim ada di daerah
pedesaan seperti pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan dan
bidang-bidang lain yang biasa ada di desa. KWK merupakan singkatan dari Kursus
Wirausaha Orientasi Perkotaan.Kursus wirausaha orientasi perkotaan (KWK) adalah
program kursus berbasis kecakapan hidup yang diselenggarakan untuk memberikan
kesempatan belajarbagi masyarakat kurang mampu agar memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan menumbuhkembangkan sikap mental kreatif, inovatif, bertanggung
jawab dan berani menanggung resiko (sikap mental profesional) dalam mengelola
potensi diri dan lingkungannya yang dapat dijadikan bekal untuk peningkatan
kualitas hidupnya.
Tujuan
dari program KWK adalah (1) untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
sikap warga masyarakat sebagai bekal untuk dapat bekerja dan/atau usaha mandiri
sesuai dengan potensi/sumber daya serta peluang kerja yang ada di
lingkungannya, dan (2) memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat agar
memiliki kompetensi yang diperlukan dalam dunia usaha atau dunia kerja sesuai
dengan jenis kursus yang diikuti, sehingga mampu merebut peluang kerja pada
perusahaan/industri dengan penghasilan yang wajar atau sepanjang memungkinkan
mampu memulai menciptakan lapangan kerja sendiri. Sasaran dari program KWK adalah warga
masyarakat dengan kriteria yang sama dengan sasaran program KWD. Yang
membedakan KWD dari KWD adalah jenis (bidang) usahanya. Bidang-bidang usaha KWK
terdiri atas menjahit, TKK (Tata Kecantikan Kulit), TKR (Tata Kecantikan
Rambut), TRP (Tata Rias Pengantin), otomotif, jasa boga, elektroika, spa,
perhotelan, komputer, dan keterampilan jasa lainnya yang laku di pasar
perkotaan. KPP singkatan dari Kursus Para Profesi. Kursus Para Profesi (KPP)
adalah salah satu program pendidikan non formal yang berupa program pelayanan
pendidikan dan pelatihan berorientasi pada Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH)
yang diberikan kepada masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, serta sikap dan kepribadian yang mengarah pada penguasaan
kompetensi di bidang keterampilan tertentu setingkat operator atau teknisi yang
bersertifikat kompetensi sebagai bekal untuk bekerja.
Tujuan
dari program KPP adalah untuk memberikan kesempatan bagi para peserta didik
usia produktif untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental
sesuai dengan kebutuhan/peluang pasar kerja yang tersertifikasi serta
fasilitasi penempatan kerja pada dunia usaha/industri (DUDI) dalam negeri dan
luar negeri. Karakteristik sasaran program KPP sama dengan sasaran program KWD
maupun KWK. Bedanya, KWD dan KWK diarahkan untuk bekerja pada perusahaan (orang
lain) atau bekerja/ berusaha mandiri, sedangkan KPP diarahkan untuk bekerja
sesuai dengan permintaan pasar (bursa) kerja. Prioritas Jenis keterampilan yang
dapat diselenggarakan melalui program KPP, antara lain: Otomotif, Elektronika,
Spa, Komputer, Akupunktur, PLRT plus, Garmen/menjahit, Baby Sitter, Care Giver,
House Keeping, Pariwisata (perhotelan), dan jenis keterampilan lainnya sesuai
job order.
Kebijakan
dari Diretorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan menyatakan bahwa
penyelenggaraan program-program kursus tersebut menggunakan pendekatan “four in
one” atau “4 in 1”, yakni, (1) melalui analisis kebutuhan pelatihan (training
need assessment-job order); (2) pelatihan berbasis kompetensi (competency based
training/CBT); (3) sertifikasi; dan (4) jaminan penempatan kerja (job
placement) atau pembinaan usaha mandiri.
Analisis
kebutuhan pelatihan diperlukan untuk memastikan bahwa program yang dilaksanakan
sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pelatihan berbasis kompetensi
dimaksudkan agar pelaksanaan pelatihan bisa efisien dan efektif serta
benar-benar memberikan bekal keterampilan yang memadai bagi peserta didik untuk
memenangkan pasar (bursa) kerja atau berusaha mandiri.
Sertifikasi diperlukan untuk menjamin kualitas lulusan program agar ketika memasuki dunia kerja dan dunia wirausaha benar-benar siap. Jaminan penempatan kerja diberikan untuk memberi kepastian kepada peserta program (peserta didik) bahwa program yang mereka ikuti benar-benar memenuhi harapan mereka. Monitoring dan evaluasi memang dilaksanakan tetapi secara parsial dan terbatas pada penyelenggaraan programnya saja. Aspek hasil dan dampak penyelenggaraan program termasuk di dalamnya penelusuran lulusan masih belum dievaluasi secara mendalam. Untuk itu, perlu ada kajian yang lebih mendalam dan menyeluruh mengenai seluruh rangkaian penyelenggaraan program-program kursus tersebut sehingga dapat diketahui hasil dan dampak penyelenggaraan programnya untuk dapat mengetahui kefektifan dan efisiensi penyelenggaraan program.
Sertifikasi diperlukan untuk menjamin kualitas lulusan program agar ketika memasuki dunia kerja dan dunia wirausaha benar-benar siap. Jaminan penempatan kerja diberikan untuk memberi kepastian kepada peserta program (peserta didik) bahwa program yang mereka ikuti benar-benar memenuhi harapan mereka. Monitoring dan evaluasi memang dilaksanakan tetapi secara parsial dan terbatas pada penyelenggaraan programnya saja. Aspek hasil dan dampak penyelenggaraan program termasuk di dalamnya penelusuran lulusan masih belum dievaluasi secara mendalam. Untuk itu, perlu ada kajian yang lebih mendalam dan menyeluruh mengenai seluruh rangkaian penyelenggaraan program-program kursus tersebut sehingga dapat diketahui hasil dan dampak penyelenggaraan programnya untuk dapat mengetahui kefektifan dan efisiensi penyelenggaraan program.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Menurut Undang – Undang Republik Indonesia tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial bahwa
berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, harus dibentuk Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Undang-Undang yang merupakan transformasi keempat Badan Usaha Milik Negara untuk
mempercepat terselenggaranya sistem
jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi inti dari upaya perusahaan dalam suatu
tunjangan dapat dilakukan dengan cara memenuhi tunjangan sosial dan kesehatan bagi para pekerjanya. Dengan gizi
yang baik, maka kesehatan tenaga kerja juga akan baik sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerja. Selama kesehatan terjaga maka suatu pekerjaan
yang dikerjakan akan menghasilkan kualitas yang maksimal, dan dengan
dipenuhinya tunjangan sosial maka akan menjamin kepastian para pekerja.
4.1.2 Dengan
pendekatan manajerial hubungan antara atasan dan bawahan serta antara karyawan
dan karyawan yang menjadi point penting dalam hubungan kerja mendapat porsi
yang lebih besar Dengan pendekatan manajerial hubungan antara atasan dan
bawahan. Dengan
pendekatan manajerial hubungan antara atasan dan bawahan serta antara karyawan
dan karyawan yang menjadi point penting dalam hubungan kerja mendapat porsi
yang lebih besar.
4.1.3 upaya
yang ditempuh oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal
(Ditjen PNFI) Departemen Pendidikan Nasional khususnya Direktorat Pembinaan
Kursus dan Kelembagaan untuk memberikan kontribusi bagi penurunan angka
pengangguran adalah dengan meluncurkan bantuan subsidi penyelenggaraan
program-program kursus berbasis pendidikan kecakapan hidup (PKH) yang terdiri
atas KWD, KWK, KPP, dan PKH kerjasama SMK/Poltek.
4.2 Saran
4.2.1 Kepada pemerintah, instansi dan perusahaan
terkait diharapkan dapat memenuhi tunjangan sosial dan kesehatan melalui
program jaminan sosial bagi para pekerja.
4.2.2 Kepada perusahaan/instansi terkait
diharapkan agar dapat mengatasi masalah PHK dengan membina hubungan kerja
antara atasan dengan bawahan.
4.2.3 Kepada pemerintah diharapkan agar
meminimalisir tingkat pengangguran di Indonesia dengan memperluas lapangan
pekerjaan untuk masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
Ajar Hukum Pariwisata PS D IV Manajemen Bisnis Pariwisata. Jurusan Pariwisata
Politeknik Negeri Bali
Indonesia. Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.
Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya (THR)
Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan
Indonesia. Surat Edaran Menteri Tenaga
Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan
Komponen Upah Dan Pendapatan Non Upah
Rekson Silaban, Konfederasi Serikat Buruh
Sejahtera Indonesia dan anggota Dewan Pengawas ILO
Markus Sidauruk, Konfederasi Serikat Buruh
Sejahtera Indonesia dan anggota Dewan Pengupahan Nasional
http://www.pamjaki.org/
Doc Vers. Download DI SINI
Created By : Gus Pra
0 komentar:
Posting Komentar